BENER DURUNG MESTI PENER!

 

BENER DURUNG MESTI PENER!

 

Ungkapan ini sering kali diucapkan oleh sebagian besar masyarakat jawa. Padahal jika dilihat dan dibaca secara sekilas, bener ataupun pener punya makna yang sama yakni adalah suatu kebenaran atau kejujuran. Satu satunya yang membedakan hanyalah huruf depannya saja.

Seperti yang kita tahu, leluhur kita tidak pernah lepas akan filosofi. Bahkan dari yang suimpel saja seperti contohnya gelas yang setiap hari kita pakai minum, itu juga ada filosofinya. Apa? Yen pecah ora iso di las. Hahaha, mungkin terdengar agak lucu ya bagi generasi z seperti saya.

Begitu juga seperti ungkapan bener durung mesti pener. Eh bentar, bener durung mesti pener apa malah pener tapi durung mesti bener? AHHHH PUSING.

Jadi gini, ungkapan tersebut ternyata memiliki arti yang begitu dalem buanget. Filosofi ini khususnya bagaimana agar kita bisa berperilaku atau berucap yang baik dan selaras. Lo.... wes koyok filsuf filsuf sing ana ning negoro yunani kae to....

Bicara benar atau bicara baik itu ternyata tidak cukup. Kita juga harus mempertimbangkan tentang apa yang keluar dari lisan kita apakah bisa berguna atau tidak. Yen dibasa jawane unine migunani.

Benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain. maka dari itu, kita harus betul betul memikirkan secara mendalam tentang apa dampak yang akan ditimbulkan oleh apa yang kita ucapkan.

Terkadang orang orang terkhususnya yang sepuh biasa mengatakan “Iyo sing mok omongne iku bener, tapi ora pener!” apa artinya? Ngomongmu itu benar juga baik tapi dari kebenaran yang kamu ucapkan mengandung nilai tidak selaras. HAH?

Rodok bingung dan rodok mbulet? Bagus.... kita mulai masuk.   

Ketika kita mengucapkan sebuah kebenaran, coba kita fikirkan apakah yang kita ucapkan tersebut benar benar berguna dan selaras. Apakah ada yang tersinggung dari ucapan kita? apakah ada tersakiti dengan ucapan kita? dan apakah dari bener yang kita ucapkan tadi memang punya nilai bener? Bener yang memiliki nilai lebih itulah pener. Bisa disimpulkan bahwa pener itu lebih migunani daripada bener.

Pener bukan menjadi standart baku yang harus dan wajib kita gunakan, namun sifatnya menjadi pengingat bagi kita. Menjadi sebuah pertimbangan yang amat mendasar tentang cara berlaku agar bisa bener, becik (baik), Migunani (berguna).

Pentingnya bagi kita untuk selalu berhati hati dalam berperilaku atau berucap, karena apa? Karena ucapan adalah Sabdo pandito ratu (dalam budaya jawa). Setiap apa yang kita ucapkan itu ada tuahnya. Apa itu tuah? ( tsuttt... cari atau googling sendiri)  

Kita sebagai makhluk ciptaan Allah selalu tertanam nilai nilai Illahi pada diri kita. Bahkan, sudah ada dan kita bawa sejak kita lahir. Sebagai contoh jika kita punya rasa kasihan terhadap adanya orang yang tertindas atau teman yang dibully, sebenarnya rasa itu lahir karena suara hati kita masih hidup. Rasa sayang yang ada di dalam hati kita sebenarnya adalah nilai Illahi. Rasa solidaritas dan kepedulian kita adalah nilai Illahi.

Bener ning pener adalah sebuah dasar agar kita lebih bijaksana. Bijaksana tidak ada benar ataupun salah. Disitu terkandung unsur kewaspadaan tentang bagaimana cara kita berfikir dan berperilaku.

Apa yang bisa kita bela bahkan pembetulan pembetulan yang biasa kita lakukan itu belum tentu betul dan bahkan bisa jatuh kepada kesombongan. Kesadaran dalam bersikap menghadapi realitas yang ada itulah yang penting.

Jangan terburu terburu dalam ngomong kebenaran, pikirkan keharmonisan lingkungan sekitarmu.


Sebuah hasil dari jagongan kebudayaan.

 

 

Posting Komentar

2 Komentar